Design a site like this with WordPress.com
Get started

Aku berhenti jadi perfectionist,

Sejak kecil, aku punya bakat perfectionist. Selalu ingin jadi yang terbaik, ingin melakukan apapun dengan sempurna dan takut melakukan kesalahan. Iya, takut melakukan kesalahan, takut kalah. Bukan karena takut dimarahi, orang tuaku tidak pernah menuntut dan keluarga kami biasa-biasa saja. Namun aku memiliki ketakutan akan memori buruk tentang diri sendiri.

Sifat perfectionist itu menyiksa. Contoh saat aku melakukan kesalahan saat mengerjakan ulangan harian atau ujian semester, aku akan mengingat dan menyesali kesalahan itu hingga berbulan-bulan setelahnya, bahkan bisa sampai bertahun. Saat ada tugas menggambar, aku bisa menghabiskan berlembar-lembar kertas gambar hanya untuk 1 karya, dan masih juga merasa belum puas. Kedengaran konyol, tapi memang begitu adanya.

Hakone, Jepang

Perlahan, sifat perfectionist itu menjalar di dunia kerja. Kritik pernah jadi sangat menakutkan. Kesalahan kecil yang aku lakukan, meski dimaklumi oleh atasan dan rekan kerja, namun sulit aku maafkan. Benar, memaafkan diri sendiri itu lebih sulit. Saat itu, yang muncul adalah perasaan bodoh, tidak berguna dan ingin menyerah saja. Pernahkan kalian merasakan yang sama?”. Perasaan yang bahkan mengganggu tidur hingga datang dalam mimpi. Stress tanpa alasan yang jelas. Jika hari-hari itu datang, aku jadi melihat segala sesuatu pada diriku salah, tak berguna dan lupa mensyukuri apa yang aku miliki.

Saat aku melihat orang lain dengan mudahnya minta maaf dan melupakan kesalahan mereka, aku iri. Aku juga ingin begitu. Seiring pendewasaan, aku belajar untuk memahami bahwa kesalahan itu tidak selamanya buruk. Kesalahan adalah hal yang wajar, sesuatu yang perlu dipelajari dan diperbaiki, bukan hanya disesali. Menasehati diri sendiri mengenai 1 hal “kesalahan itu tak mengapa, asal bukan hal yang berdosa”. 

Belajar menerima kekurangan, mengakui kesalahan, dan memperbaiki diri adalah proses pendewasaan sekaligus proses mencintai diri sendiri. Menyayangi diri sendiri, belajar untuk menghargai usaha dan kerja keras sendiri. Setiap orang memiliki waktu dan proses masing-masing pada tahap ini, kita memiliki jadwal yang berbeda-beda. 

Saat aku mulai melepaskan sifat-sifat perfectionistku dan belajar untuk menerima diriku apa adanya, segala sesuatu jadi lebih mudah, lebih ringan. Lebih mudah memaafkan dan memahami kesalahan orang lain juga. Menyadari jika ketidaksempurnaan itu juga indah. I stopped being perfect and started being happy.

Advertisement

Author: EmiTj

I love travelling and farming, so i combine both

20 thoughts on “Aku berhenti jadi perfectionist,”

  1. Aku juga perfeksionis tulen Mbak, kadang sampe sekarang masih kebawa kenangan jaman sekolah dan kepikiran kalau dulu nggak gitu mungkin sekarang aku udah kerja di sini, tinggal di sana, blabla… Haha dan masih berusaha untuk nge-managenya supaya lebih healthy aja porsinya. Btw, salam kenal dari follower baru!

    Liked by 1 person

    1. salam kenal juga, terima kasih sudah berbagi cerita. Oh ternyata ada orang lain yg merasakan juga ? aku ga sendiri ternyata… :D, terus belajar untuk mencintai diri sendiri apa adanya,

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: