Design a site like this with WordPress.com
Get started

Ketemu orang-orang baik

Jalan-jalan sendiri apa nggak kesepian? Kadang iya. 

Salah satu siasatku biar tidak kesepian adalah memilih menginap di dormitori. Sekamar rame-rame, selalu saja nemu teman senasib yang sering kali bisa jadi teman jalan.

Nah satu yang paling aku nikmati selama solo traveling adalah ketemu orang-orang baik, orang asing yang tulus ngasih tangan mereka saat aku perlu bantuan, bahkan ada yang awet jadi teman baik.  Jadi merasa bahwa keluarga itu tak selalu yang setanah air.

Dari trip ke Perancis-Swiss kemarin, aku punya 2 moment yang paling berkesan. Pertama, Pengalaman paling tak terlupakan waktu di Swiss adalah pas mendadak ketiban kering tempe. Beneran berasa turun dari langit di saat yang bener-bener pas. Ceritanya aku lagi makan siang di pantry hostel setelah cape muterin Lauterbrunnen (iyes, jalan kaki). 

Nah, siang itu aku masak pasta bumbu garam (serius, cuman berasa asin) sama telor ceplok yang asin juga. Masih punya sedikit rendang suwir yang lebih berasa abon. Abon cabe ketinggalan di Interlaken, lebih tepatnya aku tinggal karena temanku ternyata suka.

Di meja sebelah ada anak perempuan umur 5 tahunan senyum-senyum sedang makan roti cane, wajahnya manis khas Asia, pas aku sapa dia ramah membalas. Tidak lama kemudian, Mamanya muncul, dengan akrab langsung menyapa dengan bahasa Melayu. (salah paham…), berhubung kagak mudeng aku reflek membalas dengan bahasa Indonesia.

Kering Tempe Ajaib

Namanya Mba Yuni, sebenarnya orang tuanya asli Indonesia, malahan kita berasal dari kota yang sama, lucu ya jodoh… tapi sejak lahir Mba Yuni sudah pindah dan jadi WN Malaysia. Bagian paling mengharukan adalah saat mendadak Mba Yuni nawarin kering tempe, pake teri and kacang tanah. Subhanallah….. bener-bener Allah itu dekat. Ga hanya dikasih kering tempe, tapi juga beras, nasi goreng instant, kari ayam instant, minyak goreng sama kecap ABC. Yes, kecap ABC made in Indonesia. Mbak Yuni bilang dia mo ngurangi bawaannya karena bentar lagi udah mo balik ke Malaysia. Kita sempat poto sekali dan tukar nomer HP. Udah janjian mo ngetrip bareng.

Pengalaman kedua, tentang kebaikan Parisian. Sudah jadi mitos international kalau Parisian itu tidak suka turis apalagi kalau turisnya tidak bisa bahasa Perancis. Pengalaman 2 kali ke Paris mementahkan mitos itu (ciyee… pro Parisian). Ceritanya (lagi) ngotong-ngotong (bahasa Jawa untuk menjinjing) koper ukuran 24” naik turun tangga di Metro station Paris itu sesuatu banget. Bahagianya setiap menginjakkan kaki di tangga pertama dengan penuh putus asa, ada aja cowok kece, mas-mas keren, bapak -bapakcakep sampai ibu-ibu berhijap yang dengan suka rela menawarkan bantuan. Sungguh touching my heart gently… makin cinta sama Paris. 

Begitu juga dengan Polisi-Polisi Paris. Sejak pengalaman pertama kesini, aku sudah teropsesi sama Polisi Perancis. Pesonanya….. ❤(klepek-klepek). And menurutku, Polisi selalu jadi pilihan paling aman dalam kasus tersasar. Suka usil pura-pura nyasar hanya untuk modus ngobrol sama mereka (mohon jangan ditiru maupun disebarluaskan ya… ini rahasia). Respon tiap polisi yang aku temui selalu positif, hangat, welcome, friendly, bikin ngrasa aman and sweet (udah deh, memenuhi requirement suami idaman pokok e). Entah aku yang beruntung atau memang lagi kebetulan, karena menurut cerita beberapa turis yang lain (terutama cowok), mereka tidak mendapat respon yang sama.

Menilik (apaan sih ni istilah) mitos mengenai Parisian yang arogan dan tidak ramah kepada turis, sedikit analisa sederhana selama 3 hari di Paris. Seandainya aku juga tinggal atau bekerja di pusat kota Paris, bisa jadi punya sikap yang sama. 

Well, Paris adalah kota yang paling banyak dikunjungi turis setiap tahunnya. Hampir setiap hari ramai, di jalanan, di tempat belanjaan, di restoran. Yang paling menyebalkan menurutku adalah perilaku turis saat di jalan, menyeberang misalnya, suka suka-suka meski sign merah untuk penyeberang jalan. Iya, bener, pejalan kaki adalah prioritas, namun, peraturan adalah untuk ditaati oleh semua pengguna jalan. Jadi, sekedar saran, dimanapun kita berada, sebagai turis, meski tamu adalah raja, kita harus selalu mentaati peraturan dan menghormati tuan rumah. Jadilah tamu yang baik,bukan hanya kita yang ingin menikmati Paris, tuan rumah juga punya urusan dan kesibukan mereka kan, 🙂

Advertisement

Learning by Travelling

PS : English version is available

Travelling bukan hobi alamiku. Aku dulu bukan hanya tidak suka jalan-jalan, tapi juga enggan bertemu orang baru. Aku menyukai duniaku yang itu-itu saja, disitu-situ saja. 

Traveling wasn’t my natural hobby. I used to not only dislike traveling, but was also reluctant to meet new people. I liked my world, that’s all, that’s it.

Somewhere in Sapporo, Japan 2017

Seseorang yang tak begitu mengenalku suatu hari menyampaikan fakta tentang diriku yang sudah aku tau. Bahwa aku orang yang terlalu introvert. Well, apa salahnya? 

Someone who didn’t really know me one day shares a fact about me that I already know well. That I’m too introverted. Well, what’s wrong with that?

Dia menyarankan aku untuk belajar membuka diri. Entah mengapa, kata-kata itu seperti ‘wake up call’ yang ku tanggapi dengan serius. Aku sadar bahwa aku memang ingin membuka diri pada pengalaman baru, pada orang-orang baru dan sudut pandang baru.

He advised me to learn to open up. For some reason, those words were like ‘wake up call’ which I responded seriously. I realized that I really wanted to open myself to new experiences, to new people and new perspectives.

Menantang dan melakukan sesuatu yang kita takuti itu menyenangkan. Hingga akhirnya malah menjadi kecanduan. Begitulah perkenalanku dengan travelling. Berawal dari takut, memulai dengan memaksakan diri dan akhirnya jadi ketagihan.

Challenging and doing something we fear is fun. Until finally instead became addicted. That’s my introduction to traveling. Starting from fear, starting by forcing myself and eventually become addicted.

Aku kagum bagaimana travelling mengubahku. Mengajariku banyak hal, yang lebih banyak tanpa aku sadari. Bagaimana tiba-tiba aku merasa akrab semeja dengan orang yang baru aku kenal, berbagi kamar bersama orang asing dalam dormitori tanpa merasa khawatir, perasaan nyaman berada di sebuah tempat jauh dari rumah, tanpa mengenal siapapun. Sejak kapan aku bisa begitu? Sejak solo tripku yang pertama.

I was amazed how traveling changed me. Taught me many things, more without me knowing. How suddenly I feel familiar at the table with someone I just met, sharing a room with strangers in a dormitory without feeling worried, feeling comfortable in a place far from home, without knowing anyone. Since when can I do that? Since my first solo trip.

Aku lebih menyukai solo travelling. Tentu saja karena aku seorang introvert. Selain itu, aku menikmati kebebasan. Bebas menentukan budget, tujuan, jadwal, dan bebas dari berkompromi yang tak perlu.

I prefer solo traveling. Of course, because I’m an introvert. Besides that, I enjoy freedom. Free to decide budget, destinations, schedule, and free from unnecessary compromises.

Apa aku tak merasa kesepian, atau merasa seperti orang hilang? Sesekali, sangat jarang. Aku yang biasanya enggan menyapa orang asing, jadi lebih ringan mengatakan “Hi… “, membuka percakapan dengan basa basi yang bermuara pada pertemanan, bahkan cinta.

Do I not feel lonely, or feel like a missing person? Occasionally, very rarely. Me, usually hesitate to greet strangers, now it is lighter to say “Hi …”, opening conversation with small talk that leads to friendship, even love.

Bagi sebagian orang, travelling itu semacam pemborosan. Namun, ada banyak cara untuk menghemat, jika motivasi utama bukan sekedar foya-foya atau belanja. Travelling tidak selalu tentang hotel mewah, makan di resto mahal atau belanja branded. Traveler is not just a tourist. Traveler lebih menikmati mengexplore pengalaman baru, menikmati sesuatu yang berbeda dari 1 tempat ke tempat lain, mengenal orang-orang asing.

For some people, traveling is a kind of waste. However, there are many ways to save, if the main motivation is not just for wasting money or shopping. Traveling isn’t always about luxury hotels, eating at expensive restaurants or branded shopping. Traveler is not just a tourist. Travelers enjoy exploring new experiences, observe something different from one place to another, getting to know strangers.

Setiap perjalanan, selalu menyimpan cerita berbeda, bahkan meski kita melakukannya bersama-sama. Aku dan kamu tidak akan bisa melukis sebuah memory yang persis. Itulah yang membuat setiap perjalanan itu unik dan menantang. Ada kalanya di luar rencana, ada kalanya melebihi expektasi. Menikmati dan menerima apapun yang kita temui di jalan, mengajari kita bersyukur.

Every trip, always keep a different story, even if we do it together. You and I will not be able to paint an exact memory. That is what makes each trip unique and challenging. There are times outside the plan, sometimes times exceeding expectations. Enjoy and accept whatever we encounter on the road, teaches us to be grateful.

Travelling is not just a hobby for me, its a need.