WWOOF TRIP 1 : PETERNAKAN KAMBING DI INTERLAKEN – PART 2

Hari kedua di Alpn, Claudia menawariku untuk ikut naik ke puncak gunung menengok kawanan kuda peliharaan mereka dan kuda orang sekitar yang dititipkan untuk mereka rawat. Yup, Claudia dan Angela menerima penitipan kambing dan kuda penduduk desa untuk dijaga selama musim panas di gunung. Aku sangat excited untuk ikut, maklum.. karena awalnya yang terbersit cuman jalan2 dan hunting foto keren dari atas.

Namun apalah daya, baru sekitar 30 menit atau 1/4 jalan aku sudah menyerah. Medan berat menanjak plus licin. Si Thilia, anak Claudia paling kecil lincah loncat sana loncat sini memimpin di depan sambil nerocos bahasa German Swiss yang aku ga mudeng. Well, karena sungkan kebanyakan minta istirahat, akhirnya aku memilih berhenti dan menunggu mereka balik di dekat air terjun. Claudia bilang, mungkin sekitar 3 atau 4 jam, dan jika aku bosan menunggu, aku disarankan untuk pulang. Aku memilih menunggu mereka di dekat air terjun. (jadi ingat cerita Coban Rondo).

Setelah puas poto-poto dan makan beng-beng, bekal perjalanan, aku jadi penasaran ingin naik, dan inilah awal mula cerita tersasar di Apln Swiss. Detailnya aku tulis terpisah ya,

Hari ketiga, anak-anak sekolah dan guru mereka pamit pulang setelah sarapan dan mencuci semua perabot makan yang mereka pakai. Mereka juga turun gunung dengan membawa sampah selama menginep. Patut dicontoh!.

Sebenarnya aku ditawari untuk tidur di sebuah rumah kayu sekitar 10 menit dari rumah Claudia, yang awalnya ditempati rombongan anak sekolah, tapi berhubung mesti tinggal sendiri dan tidak ada toilet, maka aku memilih tetap tinggal serumah, meski di sebuah bilik kecil di kolong atap yang biasanya digunakan untuk menyimpan kayu bakar. Claudia meminjamiku sleeping bag hangat milik Angela, dan itu cukup. Namanya juga numpang, sekaligus menikmati hidup di alam. Aku mencoba menempatkan diri layaknya Paris Hilton &  Nicole Richi pas main reality show Simple Life, Googling dah kalau penasaran gimana serunya.👸

Hari ketiga normal, aku membantu Claudia dan Lea memerah susu setiap pagi, jam 6 dan sore jam 5.  Selebihnya bebas, kalau mau naik gunung silakan, cuman masih trauma, jadi aku memilih bermain dengan anak-anak atau melihat proses pembuatan keju.

Waktu kami baru memulai memerah di sore harinya, tiba-tiba Claudia dan Lea berbicara keras, kemudian Lea keluar dan ga balik balik, jadilah tinggal aku dan Claudia. Aku memilih tidak bertanya ada apa. Berhubung mereka berbicara bahasa Jerman, aku ga mudeng kalau Claudia barusan sedang memarahi Lea karena ada 15 ekor kambing yang tidak pulang dan menurut Claudia itu karena Lea tidak profesional. Setelah kami selesai memerah, Claudia membersihkan semua peralatan, dia pamit untuk mencari kambing yang ilang, sekalian mencari Lea.

Kebayang ga sih, seorang wanita, sendirian ke gunung segede pegunungan Alpn, mencari kambing yang suka-suka mau mampir atau nongkrong dimana saja. But, dia bilang, sebagai seorang penggembala profesional, mereka harus memastikan semua kambing pulang dengan aman, entah itu mereka lagi cape, entah itu sedang hujan ataupun malam hari. Luar biasa! Jadi teringat kursi empuk, komputer dan AC di kantor. Betapa aku mesti banyak bersyukur.

Claudia belum pulang hingga aku tidur jam 11 malam.  Claudia hanya mengandalkan listrik dari solar system, jadi untuk menghemat energi, jam 10 malam, setelah dinner, semua lampu mati. Iya, gelap gulita. Hanya ada suara klinting-klinting dari lonceng kalung kambing-kambing di luar sana. Kesederhanaan yang indah.

Hari ke-4 Hari ini hujan rintik, bikin udara jadi drop dingin banget. Fakta tentang kambing, mereka tidak suka hujan. Jadi saat pagi kami memerah susu, lebih sulit untuk memaksa mereka keluar. Kasihan juga ya, dingin-dingin hujan-hujanan di gunung. Apa kambing Swiss tahan masuk angin? Sepertinya begitu

Lea dan Claudia sudah berbaikan seperti tidak terjadi apa-apa pagi ini. Kami memerah susu bertiga. Seperti biasa, setelah selesai memerah susu, Lea menyiapkan bekalnya untuk naik gunung. Wajahnya agak dingin hari ini, sedingin udara di luar. Well, berangkat ke kantor pas hujan aja males kan, apalagi ke gunung coba? Jika itu bukan sebuah dedikasi atas profesi (catet tu…), atau gaji… well, anything, up to you.

Hari ini aku hanya akan melihat dan membantu Claudia membuat keju. Dia banyak bercerita tentang dirinya. Tentang ayahnya yang meninggal karena leukemia dan tentang perjuangannya hingga memulai usaha ini bersama Angela. 

Claudia, wanita kuat dengan mata yang indah. Pertama kali bertemu dengannya, aku hanya melihat sesosok wanita cantik berambut pirang yang lebih cocok jadi bintang film dari pada seorang penggembala kambing. Namun ternyata dia juga sangat cerdas. Claudia menguasai 6 bahasa asing dan bisa memainkan hampir semua alat musik. Dia mampu mengingat apapun hanya dengan sekali lihat atau sekali belajar. Claudia memilih menjadi pembuat keju karena itu adalah passion-nya. 

Cerita menarik tentang proteksi kesehatan bagi orang Swiss. Sebagai negara yang terkenal makmur kaya raya, aku tidak menyangkan kalau asuransi kesehatan juga menjadi masalah bagi mereka. Pada kasus ayah Claudia, pemerintah juga menanggung pengobatan beliau, namun untuk mendapat obat yang lebih baik, mereka harus mengeluarkan uang extra yang cukup banyak, aku tidak bertanya berapa CHF, namun bagi Claudia itu angka yang hanya mampu ditanggung oleh kalangan menengah atas, dan akhirnya pun tidak memberi kesembuhan. Sejak saat itu, Claudia mengaku kehilangan kepercayaan terhadap dokter dan rumah sakit, dia merasa mereka adalah mafia. Dia sekarang lebih memilih pengobatan alternatif, a.k.a dukun. Yess, Swiss juga punya dukun, Kakak.

Bersambung…

Alternatif Liburan Tak Biasa Dengan Budget Tipis; Cobain Jadi WWOOFer Deh,

Pernah mengkhayal jalan-jalan keliling dunia seperti di cerita buku atau tipi-tipi?

Pernah mimpi liburan dengan budget minim tapi bisa bebas dan berlama-lama? jika kamu bukan tipe turis cantik dan pingin merasakan sebuah pengalaman tinggal bersama orang lokal sambil belajar budaya sekaligus cinta alam dan tanam menanam? Cobain ini deh.

Taken from wwoof.net

Yaitu WWOOF, Worldwide Opportunity on Organic Farms. Kepanjangannya ada yang beda di negara lain. Seperti namanya “World Wide”, organisasi ini tersedia di seluruh dunia, dengan website beda-beda di setiap negara. WWOOF memberi kesempatan untuk menjadi bagian dari gerakan organic farming, yang memberi akses untuk mempromosikan budaya, pengalaman edukasi berdasarkan kepercayaan dan non monetary  exchange, sehingga membantu membangun global komuniti yang berkelanjutan. Kira kira begitulah terjemahan dari deskribsi di web WWOOF. Silakan buka web nya disini kalau mau tau lebih lanjut biar lebih familiar: WWOOF 

Cara daftarnya gimana?

Kita bisa mendaftar menjadi volunteer, biasa disebut WWOOFer atau juga menjadi host. Untuk jadi volunteer, buka web-nya, terus tinggal pilih negara tujuan, bayar membership fee, kemudian kita akan mendapat user name dan password untuk mengakses nama-nama host. Masing-masing negara punya website sendiri, jadi mesti bayar membership masing-masing. 

Iyes, bayar! Sekitar 20-40an USD, beda-beda tiap negara, untuk membership setahun, dan bisa digunakan untuk apply WWOOFer di negara yang sama beberapa kali. Menurutku sih sangat murah, dibanding manfaat yang kita dapat. Ada diskon membership untuk 2 orang atau lebih. Yuk ajak teman atau saudara.


Aktifitas di tempat Host apa aja?

Untuk jenis pekerjaan bisa sangat beragam, ada peternakan, pertanian sayur, kebun buah, sekolah alam, penginapan, yang pasti semuanya menjalankan pola organik. Pekerjaan juga sangat tergantung musim saat kita datang, contoh kalau kita milih di perkebunan buah di Eropa, pas musim semi kan baru berbunga, jadi bisa bantuin ngrawat tanaman, nyabut rumput, dll. Kalau pas musim gugur, biasanya musim panen, bantuin petik buah. Kalau pilih ke NZ atau Ausi beda musim sama Eropa ya, jadi cari tau dulu sebelum berangkat.

Dapat gaji gak?

WWOOF bisa dibilang 100% non monetary, tidak ada upah dan tidak ada ongkos tinggal maupun makan. Namun ada juga beberapa host yang memberi uang saku, tergantung dari kebijakan masing masing host. 


Jenis akomodasinya gimana?

Kondisi penginapan yang disediakan oleh tuan rumah beragam, biasanya dijelaskan di detail host. Pengalamanku sendiri, pas di Jepang bener-benar beruntung dapat kamar luas, bersih dan full wifii. Di Interlaken, Swiss tidur di sleeping bag di kolong atap, di Bern Swiss dapat kamar normal, di Ales Prancis dapat kamar tamu.

Kalau makanan?

Ada di deskripsi host Kita bisa makan bareng host, masak sendiri dengan bahan dari mereka atau masak bareng. Biasanya host peduli diet tamu. Seperti halal, vegetarian, gluten free, etc. 

Visa dan tiket?

Mengenai ongkos perjalanan menuju tempat host adalah 100% tanggungan WWOOFer. Termasuk visa, dll. Namun, ada juga host yang mau ngasih support. Coba aja kontak dulu,


Berapa lama kita boleh tinggal?

Bisa beberapa hari sampai beberapa bulan. Ada juga host yang mau menerima tamu sampai setahun.  

Terus soal bahasa?

Rata-rata host bisa bahasa Inggris, tidak semua anggota keluarga sih, tapi setidaknya selalu ada. Nilai plus banget kalau kita bisa bahasa setempat. Ngobrol jadi lebih nyambung.


Masing-masing negara memiliki website yang deskribsinya beda-beda, ada yang memuat info detail banget tentang Host. Dari 3 website negara yang aku daftar yaitu Jepang, Prancis dan Swiss, Jepang adalah yang paling lengkap. Ada info binatang peliharaan, usia semua penghuni rumah, anak jika ada, binatang ternak, info tentang aturan merokok dan minum alkohol, dll. Sementara Swiss adalah yang tidak memiliki online website, jadi setelah bayar membership, kita akan menerima email file PDF nama-nama host yang aktif, deskribsi singkat dan kontak mereka. Itu saja. Jadi sedikit sulit membayangkan kondisi keluarga host. Karena itu juga sih pengalamanku jadi WWOOFer di Swiss jadi penuh cerita 😆

Jika ditanya apakah WWOOF 100% aman? Back to basic, based on trust! Yup, totally hanya modal kepercayaan dan positif thinking. Pengalamanku menjadi WWOOFer 4 kali di 3 negara berbeda mengajariku untuk percaya kepada orang asing, menerima hal-hal baru dan terbuka dengan budaya yang totally different. Kalaupun ternyata kita tidak cocok dengan situasi rumah host, kita bisa pamit lebih awal, tentunya dengan cara yang sopan. Memang sih, tak semua pengalaman jadi WWOOFer itu indah, ada ga enaknya juga, baca postingan selanjutnya ya…

Apa bedanya WWOOF dengan Couchsurfing dan sejenisnya? Kalau jadi WWOOFer, kita mesti kerja paruh waktu karena dapat makan and akomodasi gratis. Sementara saat menjadi surfer kita tidak punya kewajiban bantu-bantu host, dan ga berhak minta makan. WWOOFer otomatis mengurangi waktu kita untuk santai jalan-jalan, tapi normalnya kita mendapat libur setelah 4-5 hari kerja atau setiap Sabtu Minggu.

Berikut beberapa Tips jadi WWOOFer berdasarkan pengalamanku:

  1. Teliti detail host yang akan kita pilih. Pilih host yang sudah punya review dari WWOOFer lain. Untuk referensi.
  2. Sebaiknya mengirim email request sewajarnya saja, 2-3 host cukup. Jika sampai 1-2 minggu tidak ada tanggapan, cobalah untuk meng-follow up lagi. Jika tetap tidak ada respon, baru kirim email request lainnya. Pada umumnya host cukup responsif. Jika kita terlanjur mengirim banyak request bersamaan, dan menerima banyak approval, ga enak juga kan mesti membatalkan permintaan sendiri. 
  3. Sebaiknya pilih daerah yang ga terlalu jauh dari pusat kota, biar ga susah aksesnya meskipun biasanya host nawari penjemputan.
  4. Barengan sama teman, 2 orang paling ideal
  5. Menyiapkan mental untuk kondisi terburuk, namanya juga farming, terutama untuk yang ga pernah main ke kebun sama sekali. Siap mental juga untuk culture shock.
  6. Siapkan oleh-oleh kecil dari negara kita, apapun itu pasti akan memberi kesan baik. Sekaligus perkenalan budaya.
  7. Bawa makanan lokal dari rumah, untuk jaga-jaga mungkin kita tidak bisa makan masakan di rumah host.
  8. Jadilah semacam duta yang baik untuk negara kita, menjaga sikap dan sopan santun dimanapun berada dan apapun budaya setempat.
  9. Be positif, respectful, open minded dan siap untuk petualangan seru apa aja. Tapi jangan lupa tetap waspada dan mawas diri. Namanya juga tamu, mesti tau diri
  10. Minta ijin dulu kalau mo poto-poto ya,

Seru kan? buruan deh lihat cek webnya dan ajak teman nyobain trip ini bareng,

Design a site like this with WordPress.com
Get started